Bregada Prajurit Yogyakarta Dipowinatan terpilih sebagai penyaji terbaik pertama dalam Festival Bregada Rakyat DIY ke – 7 yang berlangsung di Taman Budaya Yogyakarta (29/11). Bregada Dipowinatan berhasil menyisihkan 20 kelompok peserta lainnya dengan perolehan nilai 1962 kemudian disusul oleh Bregada Puspo Arum Trihanggo Gamping (1870), Bregada Wiro Tomo Mayangan Trihanggo Gamping (1850), Bregada Prawiro Yudho Karangjati Jetis Tamantirto (1847) dan Bregada Kyai Ronggah Kronggahan Sleman (1837).
Festival ini menghadirkan dewan juri yang terdiri dari KPH. Notonegoro dari Kasultanan Yogyakarta, BPH. Kusumo Bimantoro dari Kadipaten Pakualaman, pekerja seni Bambang Paningron, penggiat seni tradisi Bugiswanto dan wartawan senior Wawan Isnawan. Kriteria penilaian meliputi tata baris, tata busana, tata musik, penjiwaan dan kesesuaian berprotokol kesehatan.
Kepala Bidang Pemeliharaan dan Pengembangan Adat, Tradisi, Lembaga Budaya dan Seni Dinas Kebudayaan DIY Eni Lestari Rahayu berharap penyelenggaraan festival dapat memberikan dorongan motivasi terhadap para penggiat seni keprajuritan rakyat. Sehingga eksistensi bregada sebagai seni keprajuritan rakyat makin mewarnai keistimewaan DIY.
“Bagi kelompok bregada yang belum mendapatkan gelar dimohon tidak berkecil hati namun justru terlecut untuk makin menyempurnakan diri,” imbuhnya.
Pegiat seni Bambang Paningron menambahkan menurutnya aspek tata musik atau ungel-ungelan memiliki peran sangat signifikan. Gending bukanlah sekedar pelengkap atau sesuatu yang hanya disisipkan semata. Sebab gending bregada adalah justru elemen yang pertama kali menarik perhatian orang. Oleh karena itu dirinya berpesan agar gending bregada dikreasi semenarik mungkin agar menambah daya pikat saat tampil di tengah khalayak luas.
Ketua panitia Festival Bregada Rakyat Widihasto Wasana Putra meminta para penggiat seni keprajuritan untuk terus rutin berlatih mengasah kekompakan kelompok. Dirinya melihat sebagian besar hanya berlatih saat menghadapi event lomba. Esensi seni keprajuritan justru terletak pada saat warga masyarakat dari berbagai latar belakang usia dan profesi berlatih bersama sebagai sarana mempererat kohesi sosial.